seperti Fuchsian series, meletakkan landasan untuk teori khaos, fraktal, dan prinsip-prinsip dasar teori relativistas.
Yang menarik di sini adalah bagaimana Poincare berhasil memakai intuisinya untuk membantunya melakukan penemuan penting. Menurut penuturannya sendiri, dia berusaha selama 15 hari untuk membuktikan sebuah teka-teki matematika yang selama ini belum bisa dipecahkan. Setiap hari dia duduk di meja kerja selama satu atau dua jam, mencoba berbagai kombinasi dan tanpa hasil. Lalu suatu sore, berlawanan dengan kebiasaannya, dia meminum kopi hitam dan tidak bisa tidur. Tiba-tiba, ide datang secara bertubi-tubi. Ide-ide tersebut bertabrakan dan akhirnya menyatu dalam kesatuan, atau menurut istilah Poincare, membuat kombinasi yang stabil. Keesokan harinya dia hanya membutuhkan waktu beberapa jam untuk menuliskan hasilnya. Kristalisasi tahap pertama telah terjadi.
Dia lalu menjelaskan bagaimana kristalisasi tahap kedua terjadi, yang dibantu oleh analogi. Dia meninggalkan Caen, dimana dia tinggal, untuk pergi ke sebuah perjalanan penggalian geologi. Perubahan lingkungan tersebut membuatnya melupakan matematika. Suatu ketika, ketika dia sedang memasuki sebuah bus, dan kakinya berada di tangga bus, sebuah ide datang, tanpa ada pikiran sadar yang mencoba mengarahkannya. Dia tiba-tiba menyadari bahwa transformasi yang digunakan untuk mendefinisikan fungsi baru yang sedang ditelitinya identik dengan transformasi yang dipakai oleh persamaan geometri lain. Dia tidak memverifikasi ide tersebut, namun dia yakin sepenuhnya. Belakangan dia baru melakukan verifikasi di waktu luangnya ketika kembali ke Caen.
Banyak yang mengatakan bahwa itu adalah tanda kejeniusan Poincare, tetapi dia tidak puas dengan penjelasan sederhana tersebut. Dia berusaha mencari penjelasan yang lebih mendalam.
Poincare kemudian membuat hipotesa bahwa proses seleksi tersebut dilakukan oleh apa yang disebutnya sebagai subliminal self. Diri subliminal ini, menurut Poincare, akan mengevaluasi kombinasi yang luar biasa banyaknya yang mungkin menghasilkan solusi atas masalah, tetapi hanya kemungkinan solusi yang menarik yang akan muncul ke kesadaran. Solusi atas masalah matematika diseleksi oleh diri subliminal berdasarkan ‘keindahan matematisnya’.
Kondisi yang sama mungkin juga dialami oleh Archimedes ketika mencapai momen Eurekanya. Konon kabarnya dia sedang duduk santai di bak mandinya ketika ide yang membuatnya terkenal itu muncul mendadak. Atau ketika Friedrich August von Kekule bermimpi tentang ular yang melingkar, menggigit ekornya sendiri, yang membawanya menemukan struktur molekul benzena yang terdiri dari atom-atom karbon yang membentuk lingkaran. Juga ketika Louis Agassiz menemukan cara untuk mengekstrak fosil tanpa merusaknya dari bebatuan, dan Otto Loewi menemukan dasar kimiawi untuk transmisi neural yang membuahkan Hadiah Nobel Kedokteran tahun 1936.
Cerita-cerita tersebut menarik perhatian orang yang belajar kreativitas karena kemunculannya dari alam “bawah sadar”. Bahkan sekitar seratus tahun yang lalu (tepatnya tahun 1926), seorang insinyur dan ahli psikologi Graham Wallis sudah menyelidiki fenomena pikiran “bawah sadar” atau intuisi ini dan membangun sebuah model untuk menggambarkan cara kerja proses kreatif, yang terdiri dari 4 tahapan:
Tahap persiapan. Pada tahap ini, kita mendefinisikan masalah atau tujuan, dan mengumpulkan semua informasi terkait, dan menentukan kriteria untuk memverifikasi apakah sebuah solusi bisa diterima atau tidak.
Tahap inkubasi. Pada tahap ini, kita mundur dari persoalan dan membiarkan pikiran kita bekerja di belakang layar. Sama seperti tahap persiapan, tahap ini bisa berakhir dalam beberapa menit, minggu, atau bahkan bertahun-tahun.
Tahap iluminasi. Pada tahap ini, ide-ide bermunculan dari pikiran yang menyediakan dasar untuk respons kreatif. Ide-ide tersebut bisa berupa bagian-bagian dari keseluruhan, atau langsung keseluruhan. Berbeda dengan tahapan lainnya, tahap ini berlangsung singkat dan sering berupa inspirasi sesaat yang intens. Momen Eureka Archimedes atau mimpi Kekule termasuk pada tahapan ini.
Tahap verifikasi. Tahap ini merupakan tahapan terakhir di mana pengujian dilakukan untuk menentukan apakah inspirasi yang diperoleh dari tahap sebelumnya memenuhi kreteria dan keinginan yang ditentukan pada tahap persiapan.
Dari model ini, kita melihat bagaimana Wallis mengakui adanya kerja sama yang erat antara alam pikiran sadar yang berpikiran rasional (pada tahap persiapan dan verifikasi) dengan alam bawah sadar yang bercorak intuitif (pada tahap inkubasi dan iluminasi) untuk membantu pemecahan masalah yang kreatif. Intuisi, tampaknya, bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh. Peranannya dalam penyelesaian masalah sangat besar dan tidak kalah dengan cara berpikir rasional. Ilmuwan yang dulunya skeptis sekarang mulai dengan serius menyelidiki fenomena ini.
Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda percaya dengan intuisi? Apakah Anda pernah mengalaminya sendiri?
http://www.itpin.com/blog/2006/09/18/peranan-intuisi-dalam-kreativitas/